Modal Usaha Tak Harus Berupa “Duit”

                                             Rosa Nikmatul Fajri, SE., M.Acc., Ak., CA

Dosen Program Studi Akuntansi, Universitas Alma Ata Yogyakarta

 

Secara kasat mata bisnis yang berskala kecil, menengah maupun atas tetap memerlukan modal yang cukup dalam mengoperasionalkan bisnisnya guna memenuhi target produksi dengan mempertimbangkan peningkatan nilai tambah sebuah produk dan siap untuk dinikmati oleh konsumen sebagai rantai akhir siklus produksi. Dalam bisnis, kehormatan dan kepercayaan konsumen patut dijaga. Salah satu cara yang ditempuh biasanya adalah memaksimalkan proses percepatan pemenuhan modal yang berefek pada kelangsungan hidup (going concern) sebuah usaha.

Percepatan pemenuhan modal usaha dalam studi ini, tidak hanya berbicara segi duit dan laba yang diperoleh. Akan tetapi, dari segi pekerja yang ikut didalam menggerakan usaha, budaya yang terdapat disekitar lingkungan usaha tersebut berdiri dan dikembangkan serta yang paling inti terletak pada struktur usaha yang dapat dikategorikan sebagai motor utama penilaian baik atau buruknya sebuah organisasi. Hal ini diperkuat pendapat dari home affairs bureau (2005) bahwa dalam modal dalam bisnis tidak selamanya membahas tentang duit. Namun lebih kompleks lagi, dalam hal pemenuhan modal bisa saja berbentuk seperti modal 1) insani, 2) sosial, 3) budaya, 4) struktur kelembagaan/ struktural dan 5) aspek pemahaman regulasi.

Pertama, modal insani adalah modal usaha yang mengerucut pada aspek kecakapan, pengetahuan, keterampilan, dan motivasi dalam pengembangan usaha yang merupakan faktor paling penting dalam pembangunan awal sebuah usaha, misalkan saja telah diberikan dalam forum sosialisasi online ataupun offline bahwa pelaku usaha hendaknya belajar untuk mendalami mengenai modal insani agar nantinya  pengusaha dapat mempercepat pengadopsian pemahaman ini. Sehingga hal tersebut berefek dalam pencapaian percepatan pemahaman atas apa dan bagaimana modal insani itu harus ada didalam sebuah bisnis sebesar 100%.

Kedua, modal sosial adalah modal kepercayaan dan kejujuran serta etika dalam menjalankan usaha. Terciptanya modal sosial dipengaruhi oleh sistem Pendidikan yang menanamkan sejak dini kejujuran, berkomitmen penuh, program melalui kurikulum pembelajaran yang telah terkondisikan di berbagai wilayah. Hal ini dibuktikan dengan adanya Sekolah maupun Perguruan Tinggi yang bonafit dan berbasiskan akhlaq islami, cukuplah dengan kondisi ini untuk melakukan pembangunan karakter pewirausaha dalam menjajaki modal sosial.

Ketiga, modal budaya ini terdiri dari nilai-nilai, orientasi, kebiasaan, adat istiadat dan bentuk lain dari budaya. Dapat dicontohkan kebiasaan warga Yogyakarta yang berdasarkan kutipan dari IDNtimes bahwa salah satu Budaya Yogyakarta yang masih dipertahankan adalah Labuhan Parangkusumo merupakan salah satu upacara adat dalam legenda Ratu Pantai Selatan dan Panembahan Senopati yang dilakukan untuk memohonkan doa keselamatan, membuang atau membuang, meletakkan, atau menghanyutkan segala macam sifat buruk. Jika dihubungkan dengan pembentukan karakter hendaknya sebagai pelaku usaha harus membuang jauh-jauh sifat atau tabiat buruk, seperti mengurangi jumlah komposisi atau isi dari produk yang diluncurkan dan selalu memohon doa untuk kelancaran usahanya.

Keempat, modal kelembagaan/ struktural dapat didefinisikan sebagai alat yang diperlukan dan dipandang sebagai modal sumber daya manusia bagi organisasi (Howkins, 2001). Di era modern seperti saat ini, modal kelembagaan/ struktural tidak hanya mengenai sumber daya manusia dalam organisasi saja, namun modal berasal dari pemerintah yaitu aspek pemahaman regulasi juga penting.

Kelima, modal berupa pemahaman dan pelaksanaan usaha sesuai dengan regulasi merupakan hal yang wajib ditiru. Sebab saat ini pemerintah telah memberi “wejangan” bagi para pelaku usaha untuk lebih memperhatikan dalam bentuk kebijakan yang dapat mengakomodasi, melindungi, mematenkan dan mempromosikan. Modal ini meliputi 1) regulasi perdagangang seperti kebijakan rekrutmen organisasi; pelatihan dan renumerasi; sistem informasi manajemen usaha; arahan kerja tim; sikap dalam pekerjaan; 2) perlindungan merek/ nama dagang patut untuk dilindungi dengan cara mengurus lisensi; hak paten; hak cipta atau hak kekayaan intelektual.

Dapat disimpulkan bahwa kecukupan modal isani, sosial, budaya, kelembagaan/ structural dan pemahaman atas regulasi dalam usaha dapat secara langsung berkontribusi positif dalam perkembangbiakkan atau going concern dalam pelaksanaan usahanya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

soal UTS manajemen keuangan

Jeritan Pelaku Usaha Ketika Musim Pageblug Datang